Mencintai Berani, Berani Mencinta
by: Argie Fahmi

Berkata seorang pemuda kepadaku.
“cinta tanpa keberanian adalah omong kosong indah yang selalu menciptakan kenangan dan bayangan yang tak nyata akan sosok yang dicintainya”
“keberanian dalam hal cinta ibarat sebuah senjata tak tajam yang akan ‘menusuk’ hati yang dicintainya tanpa harus melukainya, dan suatu saat senjata itu akan berubah tajam dan digunakannya untuk melindungi cintanya” lanjutnya
Rokok kembali dihisab, diikuti sebuah sruput-an istimewa kopi hitam tanpa gula. Si pemuda melanjutkan wajangannya.
“cinta bahkan tak butuh kata-kata bernada melankolis untuk menaklukkan hati wanita melainkan sebuah kata keberanian bercinta yang terangkum dalam sebuah kalimat indah bahwa keberanian ini akan menjaganya” kali ini si pemuda sedikit mengeraskan suaranya.
Aku bertanya-tanya, menggaruk kepala. Ku selodorkan sebuah pertanyaan kepada si pemuda.
“cinta dan berani, bagaimana memunculkan keduanya? Karena selama ini aku tak memiliki keduanya”
Asap di mulutnya mengepul lagi, tanpa berpikir panjang dia kembali ber’ceramah’.
“mustahil kau tak punya cinta, bahkan bapak-ibu menanamkan cinta di hati setiap anak yang dilahirkan. Cinta itu ada di hati setiap orang, namun tak setiap orang menggunakannya. Banyak orang bertindak tanpa cinta sehingga meniadakan cinta karena merasa tak membutuhkannya”
“bernafas, menghirup oksigen yang benar-benar bukan milik kita itu saja adalah sebuah keberanian, keberanian untuk hidup dalam sebuah kekayaan tanpa batas milik Tuhan. Kau melanggar aturanNya pertanda kau berani. Kau sudah memilikinya”
Kopi dan rokok benar-benar bagai sebuah sumber tenaga bagi si pemuda, bahkan dia tak mengendurkan semangatnya untuk berbicara selama itu, dia melanjutkannya.
“ini yang tak dimiliki setiap orang, keberanian untuk mencintai setiap kebenaran lantas kemudian mencintai keberanian untuk bertindak membela cinta. Kau sudah memilki keduanya, namun kau tak pernah merasakannya”
“wanita itu lemah kata beberapa lelaki, namun tidak bagiku. Wanita adalah kekuatan besar yang mampu menuntun lelaki berjuang untuk berani mencintai kebenaran sebuah kehidupan, karena kelak kau akan hidup didampingi seorang wanita, bersama menciptakan perubahan”
Kusudahi pembicaraan ini, si pemuda pergi, keluar tanpa harus menuju kasir karena memang itu tak perlu. Ini tanggung jawabku.
0 komentar:
Posting Komentar